Pengelolaan Sistem Informasi Geografi (SIG)

Setelah Anda memahami pengertian SIG, sekarang Anda akan mempelajari pengelolaan SIG. Dalam pengelolaan SIG ini, yang akan dibahas meliputi, sumber informasi geografi, komponen-komponen SIG dan cara mengelola informasi geografi. Sekarang kita mulai dengan mempelajari sumber informasi geografi.

Sumber Informasi Geografi

Sumber informasi geografi selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu (bersifat dinamis), sejalan dengan perubahan gejala alam dan gejala sosial. Dalam geografi, informasi yang diperlukan harus memiliki ciri-ciri yang dimiliki ilmu lain, yaitu:
1. Merupakan pengetahuan (knowledge) hasil pengalaman.
2. Tersusun secara sistematis, artinya merupakan satu kesatuan yang tersusun secara berurut dan teratur.
3. Logis, artinya masuk akal dan menunjukkan sebab akibat.
4. Objektif, artinya berlaku umum dan mempunyai sasaran yang jelas dan teruji.

Selain memiliki ciri-ciri tersebut di atas, geografi juga harus menunjukkan ciri spasial (keruangan) dan regional (kewilayahan). Aspek spasial dan regional merupakan ciri khas geografi, yang membedakannya dengan ilmu-ilmu lain.

Karena geografi merupakan kajian ilmiah mengenai gejala alam dan sosial dari sudut pandang spasial dan regional, maka informasi geografi bersumber dari:

1. Gejala-gejala litosfer
  Gejala-gejala ini meliputi relief dan topografi, jenis tanah dan batuan, serta sistem pelapisan batuan. Contoh informasi geografi yang berasal dari gejala litosfer lihat gambar di bawah ini.

  Keterangan gambar 5.1.
Peta di atas berjudul: Persebaran tanah di Indonesia. Peta tersebut menggambarkan tentang persebaran jenis tanah di Indonesia berdasarkan proses terjadinya.Berdasarkan keterangan peta:
a. putih, tanah vulkanik yaitu tanah ini banyak dipengaruhi oleh vulkanik (letusan gunung api).
b. agak hitam, tanah non vulkanik yaitu tanah yang terbentuk pada zaman tertier (akibat pelapukan).
c. hitam, tanah rawa (aluvial) yaitu tanah yang terbentuk dari hasil sedimentasi (pengendapan), umumnya berada di kawasan pantai landai.
   
2. Gejala-gejala hidrosfer
  Keterangan gambar 5.2.
Judul peta:
Daerah dangkalan Sunda dan dangkalan Sahul. Peta tersebut menggambarkan tentang daerah dangkalan di Indonesia yaitu dangkalan Sunda di sebelah Barat dan dangkalan Sahul di sebelah Timur. Dangkalan adalah laut yang kedalamannya kurang dari 200 meter, merupakan relief dasar laut yang menurun perlahan-lahan (landai) mulai dari pantai ke arah tengah lautan.

Berdasarkan keterangan peta:
3. Gejala-gejala atmosfer
  Gejala ini berkaitan dengan informasi tentang cuaca dan iklim, termasuk unsur-unsurnya dan faktor yang mempengaruhinya. Contoh informasi geografi yang berasal dari gejala atmosfer, perhatikan gambar 5.3.

  Keterangan gambar 5.3.
Peta di atas meng-gambarkan persebaran curah hujan berdasarkan besarnya curah hujan (dalam milimeter) dalam setahun untuk wilayah Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara. Untuk membedakan besar curah hujan, silahkan lihat keterangan peta.
   
4. Gejala-gejala biosfer
  Gejala biosfer berkaitan dengan tumbuhan, hewan dan manusia, yang sangat dipengaruhi oleh unsur litosfer, hidrosfer dan atmosfer. Contoh informasi geografi yang berasal dari gejala biosfer adalah persebaran sumber daya alam hayati (hidup) Indonesia, (lihat gambar 5.4).

  Keterangan gambar 5.4.
Berdasarkan judul, peta di atas menggambarkan tentang persebaran sumber daya alam hayati (hidup) di Indonesia. Dari peta ini kita dapat mengetahui daerah mana saja di Indonesia yang banyak menghasilkan ikan tuna, kelapa, pala dan lainnya.
   
5. Gejala-gejala sosial budaya
  Gejala ini berkaitan dengan kehidupan masyarakat antara lain kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. Contoh gejala sosial budaya yang merupakan sumber informasi geografi, yaitu persebaran obyek wisata kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Setelah Anda membaca dan mempelajari materi di atas, cobalah lengkapi tebel berikut ini dengan memberi tanda cek (V).
2 Lengkapilah tabel di bawah ini dengan memberi tanda cek (v).
No.

Informasi geografi

Litosfer

Hidrosfer

Atmosfer

Biosfer

Sos-bud

1.
2.
3.
4.
5.
Penyebaran lokasi industri.
Pola aliran sungai.
Penyebaran hewan di Indonesia.
Tekanan udara.
Penyebaran hasil tambang.
         

Setelah Anda berhasil menjawab latihan 2 dengan baik, sekarang kita lanjutkan dengan materi mengena

Analisis Tingkat Kerawanan Bencana Alam Geologi Basis Teknologi Sistem informasi Geografi (SIG) di Daerah gunung Halu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

  Cetak halaman ini Kirim halaman ini ke teman via E-mail
 
Senin, 22 Mei 2006

ImageDaerah Gunung Halu dan sekitarnya, Kabupaten Bandung, merupakan daerah bentang alam pegunungan maupun perbukitan yang sebagian besar memiliki sudut kemiringan lereng yang cukup terjal dengan kondisi geologi, lahan, curah hujan, tanah, keairan yang dapat mendukung proses terjadinya bencana alam geologi. Bencana alam geologi dimaksud lebih dititik beratkan pada bencana yang terkait dengan longsor, gempabumi.

Pada daerah-daerah tersebut di atas sering terjadi proses bencana alam seperti longsor atau gempabumi, banjir atau kekeringan yang mengakibatkan korban jiwa dan kerugian harta benda yang tidak sedikit. Tanah yang subur dan pelapukan batuan yang relatif tebal telah membuat masyarakat tertarik untuk bermukim pada daerah lereng pegunungan, bahkan sering memotong kaki tebing untuk memperluas lahannya. Di lain pihak mereka tidak menyadari bahwa lahan yang mereka manfaatkan merupakah wilayah rawan bencana alam.

Bencana alam sulit diprediksi kapan akan terjadinya dan berjalan dengan sangat cepat sehingga masyarakat tidak sempat menghindar dari bencana alam tersebut. Salah satu upaya guna meredam jumlah korban dan kerugian harta benda adalah dengan menumbuhkan tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya bencana alam dengan cara menyediakan informasi bencana alam atau sistem informasi lainnya.
Data hasil penelitian dan pemetaan peneliti terdahulu di daerah ini telah banyak terkumpul di isntansi-intansi terkait seperti peta gerakan, geologi, kelas lereng, lahan, isoseismal, curah hujan, dan data lainnya. Dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG/GIS), kita dapat melakukan analisis spasial dengan cara tumpang susun (mengoverlaykan) peta-peta di atas dengan sistem pembobotan untuk menghasilkan peta tingkat kerawanan bencana alam geologi yang diklasifikasi kedalam tingkat Sangat Rawan Bencana, Rawan Bencana, Agak Rawan dan Tidak Rawan.

Peta hasil analisis spasial di atas, diharapkan menjadi sumber informasi masyarakat setempat mengenai kerawanan bencana alam, juga bagi pemerintah setempat dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan dan perencanaan penataan ruang yang terhindar dari risiko bencana alam atau setidaknya diminimumkan. Oleh karena itu, usaha melakukan analisis-analisis spasial bahaya bencana alam geologi di suatu daerah menjadi penting dalam upaya Mitigasi Bencana Alam Geologi maupun Pengembangan/pembangunan wilayah yang berwawasan lingkungan. Tentu saja untuk menghasilkan informasi spasial yang akurat perlu didukung data/peta yang lengkap dan akurat juga.

Sistem Informasi Geografis


Ni Kadek Ariasih (Dok. Pribadi)SUDAH dua tahun ini panen sarang walet milik Habsiyah selalu jeblok. Kalau biasanya setiap kali panen ibu enam anak itu bisa memperoleh 5 kilogram sarang walet, kini paling banter cuma 2 kilogram. “Populasi walet sekarang sudah berkurang,” kata Habsiyah, 44 tahun, warga Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, itu.

Habsiyah tak habis pikir, mengapa rumah walet miliknya tak banyak dihuni burung layang-layang lagi. “Mungkin karena sekarang sudah banyak pabrik,” ujarnya. Polusi udara yang dihasilkan pabrik, menurut Habsiyah, menyebabkan suhu makin kering dan panas. Kondisi ini membuat burung walet menjauh, memilih bersarang di daerah bersuhu dingin dan lembap.

Situasi tak jauh beda juga terjadi di rumah walet Habsiyah lain di Kraksan, Probolinggo, Jawa Timur. Selama tiga tahun Habsiyah membuka rumah walet di situ, cuma menghasilkan 8 kilogram sarang walet. Itu pun harganya anjlok, cuma Rp 9 juta per kilogram dari seharusnya Rp 20 juta. Harga anjlok lantaran sarang walet diserang semut dan kecoa.

Hasil itu membuat Habsiyah buru-buru ingin menjual rumah waletnya. Ia ingin mencari lokasi baru untuk membangun rumah tempat walet bersarang. “Tapi di mana?” katanya. Kebingungan Habsiyah ini sepertinya akan terjawab berkat penemuan Ni Kadek Ariasih. Gadis berusia 26 tahun asal Bali ini berhasil merancang peranti lunak untuk menentukan lokasi sarang walet paling ideal.

Karya itu menjadi tugas akhir Kadek di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Surabaya. Skripsi berjudul “Menentukan Lokasi Sarang Walet di Bali dengan Metode Fuzzi” ini membawa Kadek lulus dengan predikat cum laude. Ia mengantongi indeks prestasi komulatif (IPK) 3,52 dari paling tinggi 4,0.

Teknologi GIS & Metode Fuzzy (Dok. Ni Kadek Ariasih)Program Kadek mengolah sistem informasi geografis (GIS) untuk menentukan sarang walet memang menarik. Cukup bermodal komputer Pentium 3 dengan memori 128 sampai 256 megabyte, kita bisa mengetahui apakah sebuah titik di peta layak menjadi sarang walet. Misalnya, klik sebuah titik di atas peta Pulau Bali. Titik yang dipilih akan membesar, “Lalu klik sekali lagi untuk menampilkan informasinya,” kata Kadek. Maka, akan tampil seluruh informasi lokasi, berikut nilai kelayakannya sebagai daerah lokasi sarang walet.

Kenapa walet dipilih Kadek untuk mengekplorasi data GIS? Sarang walet merupakan komoditas menggiurkan di negeri ini. Produksi liur walet menempatkan Indonesia sebagai penyuplai 80% kebutuhan dunia. Diperkirakan, tiap tahun Indonesia menghasilkan 300 ton sarang walet. Harganya pun menawan. Sarang walet asal gua Rp 10 juta per kilogram. Sedangkan sarang dari rumah walet di perkotaan mencapai Rp 20 juta per kilogram. Mahalnya harga sarang walet kota lantaran bentuknya lebih bagus dan bersih ketimbang sarang walet alam.

Bali menjadi lokasi penelitian Kadek, lantaran daerah ini cocok untuk populasi walet. Banyaknya danau, sungai, pantai, dan hampir tak ada polusi membuat walet betah bersarang di Pulau Dewata itu.

Bermodal peta digital pemberian Pemerintah Daerah Bali, dan seperangkat komputer, Kadek melakukan penelitian. Dalam peta itu termuat beragam informasi, antara lain nama lokasi, jarak, curah hujan, dan populasi penduduk. Lantaran walet doyan bersarang di tempat lembab, dekat sumber air, ia pun memasukkan data tambahan ke dalam peta, berupa jarak lokasi dengan sumber-sumber air seperti danau atau sungai.

Kadek kemudian membuat program, dengan Visual Basic, untuk melakukan perhitungan matematis antara jarak lokasi dan data-data tadi. Dengan menggunakan kecerdasan buatan atau fuzzi logic, seluruh data itu kemudian dikonversikan dengan syarat kelayakan hidup walet, seperti suhu ideal dan kelembapan, dalam bentuk nilai.

Berbagai parameter itu kemudian dibuat skornya. Kadek membuat skor terbalik, dan membaginya dalam tiga kategori. Lokasi yang dianggap baik akan menghasilkan nilai 0-30, cukup baik bila bernilai 30 hingga 70, dan tidak disarankan untuk sarang walet bila memberikan angka 70 sampai 100.

Proses Pencarian (Dok. Ni Kadek Ariasih)Misalnya, ketika mengklik daerah Buleleng, akan muncul informasi, antara lain, jarak danau terdekat: 8.55 kilometer, jarak pantai terdekat: 7,93 kilometer, curah hujan: 1.500-2.000 mililiter per hari. “Nilai yang ditunjukkan komputer sangat baik,” kata Kadek. Ternyata, hasil ini sesuai dengan kenyataan. Buleleng memang menjadi basis sarang walet di Bali.

Sedangkan untuk daerah Tabanan, komputer menunjukkan nilai cukup baik, lantaran daerah itu tidak terlalu dekat dengan sungai, dan curah hujannya tinggi. Rekomendasi ini pun tidak meleset dari kenyataan. Sejauh ini, menurut Kadek, pengujian program penentu sarang walet ini hanya berdasarkan literatur, bukan berdasarkan pengecekan langsung. Toh, ia menjamin ketepatan software ciptaannya. “Akurasi hitungan ini mencapai 85%,” kata Kadek kepada Taufan Luko dari Gatra.

Pengakuan Kadek diamini dosen pembimbingnya, Romeo, ST. Menurut Romeo, untuk mempertajam kerja analisis programnya, Kadek perlu menambahkan variabel lain. Misalnya data suhu lingkungan, tingkat pencemaran udara, kebisingan, dan tekanan udara. “Prinsipnya, semua data yang menjadi faktor penentu kelayakan hidup burung walet untuk bersarang akan makin baik bila dimasukan,” kata alumnus Institut Teknologi Surabaya itu.

Meski begitu, lanjut Romeo, karya Kadek ini sudah layak diterapkan. Metode fuzzi yang dipilih sebagai landasan matematis kerja program lebih baik ketimbang metode lain, seperti penghitungan bilangan dan buffering atau pembagian peta berlapis per meter persegi. Akurasi metode fuzzi bisa diandalkan karena menggunakan patokan setiap piksel untuk meramu data pada peta digital.

Lewat software ini, Kadek memang bisa membantu investor mencari sarang ideal walet. Habsiyah pun tak perlu lagi bersusah payah mencari lokasi. Sayang, program ini baru bisa dipakai untuk Pulau Dewata. “Tapi kalau mau diaplikasikan di luar Bali, juga gampang,” kata Kadek. Syaratnya, daerah yang akan ditelisik memiliki peta informasi digital.

[11/5/2005] Berkenalan dengan GIS

Dengan teknologi GIS, sebuah instansi tidak hanya dapat membuat perencanaan tata kota dnegan lebih baik saja. Namun, teknologi ini juga dapat membantu menentukan daerah mana saja yang memiliki potensi bencana ataupun menentukan lokasi penyebaran penyakit tertentu.

Bencana yang menimpa Aceh pada 26 Desember 2004 yang lalu telah menjadi sebuah pukulan yang besar bagi rakyat di Indonesia. Sejak tanggal tersebut, semua perhatian seluruh masyarakat Indonesia bahkan dunia tertumpu ke Aceh. Sebagian besar wilayah Aceh hancur total termasuk infrastruktur daerah. Sehingga membangun Aceh kembali menjadi salah satu pekerjaan yang tidak mudah. Banyak bantuan ditawarkan untuk membantu pemerintah. Mulai dari dana, relawan, sampai bantuan pembangunan pun berdatangan. Seperti apa Aceh baru akan dilahirkan dan bagaiamana memutuskan jabang bayi baru tersebut?

Banyak pendapat bermunculan. Mulai dari yang membawa kepentingan sendiri sampai kepentingan bersama. Mulai dari sisi ekonomi, masayarakat, pendidikan, dan banyak lagi telah menjadi masukan bagi pemerintah yang akan membangun Aceh nantinya. Salah satu masukan yang menarik yang mungkin dapat menjadi pertimbangan adalah masukan yang diberikan oleh sebuah forum sipil bernama RS-GIS Forum (Remote Sensing-Geographic Information System).

Bulan Januari lalu, RS-GIS Forum mengadakan sebuah workshop yang berjudul “Identifikasi dan Analisis Kerusakan Aceh-Sumut Pasca Gempa dan Tsunami dengan Teknologi Satelit dan SIG”. Yang kemudian dilanjutan dengan workshop kedua pada bulan berikutnya.

RS-GIS Forum mengusulkan agar perencanaan pembangunan Aceh dilakukan dengan memanfaatkan teknologi GIS. Apa yang dimaksud dengan GIS? Dan konstribusi apa yang dapat dilakukan oleh GIS?

GIS/SIG Bukan Peta
GIS adalah singkatan dari Geographic Information Systems. Dalam bahasa Indonesia sendiri, GIS disingkat SIG yang artinya Sistem Informasi Geografi. Sistem Informasi Geografi adalah sebuah sistem yang dapat membantu memberikan gambaran yang lebih jelas tentang informasi dari sebuah tempat. Hasil akhir SIG dapat juga disebut Smart Maps. Hal ini dikarenakan hasil akhir SIG memang merupakan sebuah peta yang dilengkapi dengan data yang dibutuhkan oleh si pembuatnya. Smart Maps inilah yang nantinya dapat membantu user, baik dalam menganalisis ataupun mengambil keputusan terhadap suatu daerah.

Tidak seperti peta pada umumnya yang tidak memberikan informasi yang lengkap atau tidak jarang memberikan data yang justru tidak dibutuhkan. Peta yang dihasilkan SIG jauh lebih tepat guna dalam pemanfaatannya bagi user tertentu (tergantung pada kebutuhan).

Contohnya, seorang pengusaha yang ingin membuat cabang tokonya, maka pengusaha tersebut akan menganalisis sebuah peta yang berisikan informasi di mana letak konsumen terbanyak dan bagaimana latar belakang sosial ekonomi daerah tersebut. Kemudian dari peta tersebut seorang pengusaha dapat mengetahui posisi atau lokasi terbaik cabangnya. Atau untuk pemerintah daerah dalam membuat perencanaan kota. Seperti yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta.

Tentu saja peta SIG yang dimiliki oleh pengusaha dan pemerintah kota akan berbeda meskipun keduanya menggunakan peta dasar yang sama, yaitu kota Jakarta, keduanya memiliki tujuan yang berbeda. Sehingga informasi yang dapat diperoleh pun akan berbeda.

SIG ini sendiri di Indonesia belum terlalu dikenal secara luas. Masih banyak hal yang belum memanfaatkan SIG. Padahal dalam hal membuat perencanaan SIG dapat menjadi alat bantu yang sangat dapat diandalkan.

Berlapis-lapis
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa peta SIG terdiri dari data yang memang dibutuhkan oleh pembuatnya. Data tersebut disusun secara berlapis di atas peta dari sebuah lokasi yang akan dianalisis. Kemudian data tersebut disatukan dan memebentuk sebuah pola. Data dapat diperoleh dari mana saja. Bisa dari data hasil penelitian, pengamatan satelit atau dari sebuah pusat database tertentu (seperti sensus penduduk, atau data konsumen). Selama data berbentuk spasial, maka data dapat dipresentasikan secara langsung pada peta. Jika data bukan merupakan data spasial, maka data dapat diletakkan pada peta dengan bentuk simbol-simbol yang diinginkan oleh si pembuat peta.

Yang dimaksud dengan data spasial adalah data yang berisikan informasi visual, seperti gambar pengamatan cuaca di atas peta yang akan digunakan untuk menganalisis sistem pengairan. Sedangkan yang dimaksud dengan data nonspasial adalah data berupa angkaangka, seperti data jumlah penduduk per kelurahan pada wilayah tertentu.

Untuk menghasilkan peta yang tepat guna, maka data yang ada akan diproses dengan menggunakan software SIG. Sofware SIG tersebut akan menyusun peta dengan cara melapisi satu peta dengan data yang ada secara satu per satu. Oleh sebab itu, selain Anda dapat memeproleh peta yang bertumpuk rapi keseluruhannya atau Anda juga dapat memperoleh peta yang terpisah-pisah menurut lapisan datanya.

Saat ini, keberadaan software SIG dapat diperoleh secara bebas. Dan kepemilikannya tidak dibatasi. Baik atas nama instansi ataupun secara individu. Siapapun dapat mempelajari software dan membuat peta. Peta juga tidak hanya berupa peta luar ruang saja. SIG dapat juga diterapkan untuk melekukan penganalisisan dalam ruang.

SDM yang Tepat
Software SIG memang dapat diandalkan dalam membuat peta, namun peranan manusia dalam membuatnya maupun menganalisis hasilnya sangat besar. Untuk dapat membuat peta yang tepat guna, sesesorang harus terlebih dahulu mengetahui apa saja yang menjadi komponen data yang dibutuhkan. Banyak data yang dapat diperoleh baik secara cuma-cuma maupun membayar. Tetapi memilih data yang tepat tidak selalu pekerjaan yang mudah. Oleh sebab itu, seorang pembuat peta atau ahli SIG harus terlebih dahulu mampu menganalisis sebuah masalah. Kemudian baru ia memilih komponen data yang diperlukan.

Begitu pula dalam mengambil keputusan atau membuat perencanaan. Selain seseorang harus mampu membaca peta SIG, juga harus memiliki kemampuan menganalisis yang tajam. Agar keputusan dan perencanaan yang dilakukannya mengenai sasaran yang dituju.

Oleh sebab itu, untuk menggunakan atau memanfaatkan SIG dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang terlatih dan berkemampuan.

Untungnya, saat ini Indonesia sudah memiliki modal SDM untuk teknologi tersebut dengan tersedianya mata kuliah SIG di universitas dengan jurusan-jurusan tertentu seperti Geografi (UI, ITB, dan sebagainya) ataupun Sistem Informasi.

SIG bukan GPS
SIG dan GPS, keduanya sama-sama berkaitan erat dengan peta. Namun pada dasarnya, kedua teknologi ini tidak sama. Justru GPS menjadi salah satu komponen pendukung dalam SIG. GPS sudah dikenal dengan sangat luas sekarang ini. Manfaat yang diberikan oleh GPS juga sangat banyak. Para nelayan banyak yang menggunakan GPS untuk mengetahui posisi ikan terbaiknya. Polisi banyak mendapatkan pertolongan dalam menemukan kendaraan yang hilang. Atau penyedia jasa cargo yang dapat memuaskan pelanggannya karena dapat melacak sendri paket kiriman miliknya secara otomatis lewat Internet.

Dalam memberikan posisi suatu objek, GPS memiliki kemampuan yang sangat akurat. Hal ini sangat membantu dalam pembuatan peta yang lebih baik pada SIG itu sendiri. Nilai toleransi kesalahan dapat mencapai kurang lebih satu meter.

Sebaliknya, peta SIG yang sangat lengkap, sarat akan informasi yang optimal dapat lebih membantu seorang pengguna GPS. Seseorang tidak hanya dapat menegtahui posisi di mana ia sedang berada, namun orang tersebut dapat juga sekaligus mengetahui apa yang terjadi atau yang dimiliki tanah tempatnya berdiri.

Pemanfaatan yang Luas
Dalam wacana di atas sudah diinformasikan beberapa manfaat yang dapat diberikan oleh SIG. Mulai dari dunia bisnis sampai pemerintahan dapat memanfaatkan teknologi ini.

Jika tadi sudah ada beberapa contoh pemanfaatan luar ruang, maka pemanfaatan yang dapat dilakukan dalam ruang dapat berupa peta ruang sebuah supermarket yang akan menyusun ulang peletakan barang dagangannya.

Atau dapat juga untuk mengatasi masalah peletakan ruang pada rumah sakit, agar tidak terjadi antrian yang menumpuk atau membuat arus pengunjung dalam rumah sakit menjadi lebih baik.

Ini artinya peta yang akan digunakan sebagai landasan data tidak selalu merupakan peta alam saja. Peta tersebut bisa saja dibuat sendiri oleh staf SIG tersebut.

Hasil akhir dari SIG memang berupa Smart Maps. Namun, bukan berarti dalam mempresentasikan data tersebut selalu dalam bentuk peta. Tidak jarang peta tersebut dipresentasikan dengan bantuan bahan pelengkap sebagai dalam bentuk dokumen tertulis, basis data, grafik, ataupun diagram. Hal ini dilakukan agar pemirsa peta tersebut dapat lebih memahami informasi dalam peta.

Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Tata Guna Lahan

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem yang men-capture, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data yang secara spatial (keruangan) mereferensikan kepada kondisi bumi. Teknologi SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query dan analisa statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang unik yang dimiliki oleh pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan Sistem Informasi lainnya yang membuatnya menjadi berguna untuk berbagai kalangan untuk menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang akan terjadi.